Wednesday, February 27, 2013
Tuesday, February 26, 2013
Office Channelling
A. Pengertian Office Channelling
Office Channelling adalah istilah yang digunakan Bank
Indonesia (BI) untuk menggambarkan penggunaan kantor bank konvensional dalam
melayani transaksi- transaksi syariah, dengan syarat bank yang bersangkutan
telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS), seperti Bank BNI Syariah, BRI Syariah,
Bank Sumut Syariah, dan lain- lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menabung
dan mendepositokan uangnya secara syariah di bank konvensional yang memiliki
UUS tersebut, sehingga tidak harus datang ke kantor cabang bank syariah.
Menurut pasal 1 ayat 20 Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006
menerangkan bahwa: " Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan dana
yang dilakukan di kantor cabang dan atau dibawah kantor cabang untuk dan atas
nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama"
Dalam peraturan PBI No.8/3/2006 tentang Layanan Syariah yang
kemudian disebut dengan Office Channelling (OC), yaitu perubahan
kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah dan pembukaan kantor
syariah oleh bank konvensional, dengan kata lain cabang bank konvensional yang
telah memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) diperbolehkan menerapkan layanan
syariah. Dalam PBI No.9/2006 yang merupakan revisi PBI No.8/3/2006 Layanan
Syariah adalah kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan pemberian jasa
perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan di Kantor Cabang
dan atau di Kantor Cabang Pembantu, untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah
pada Bank yang sama.
Istilah office channelling sendiri tak terdapat
satupun dalam PBI No.8 Tahun 2006, yang ada hanya tentang Layanan Syariah (LS).
LS dapat dibuka dalam satu wilayah propinsi dengan Kantor Cabang Syariah (KCS)
Induknya, dengan menggunakan pola kerjasama antara KCS dengan KC dan atau KC
Pembantu (KCP), atau dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri Bank yang
telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional Bank Syariah.
Selanjutnya Layanan Syariah wajib memiliki pembukuan yang terpisah dari KC dan
atau KC Pembantu, menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi
perbankan syariah, dan laporan keuangan LS wajib digabungkan dengan laporan
keuangan Kantor Cabang Syariah (KCS) induknya pada hari yang sama.
Maulana Ibrahim (Deputi Gubernur BI) menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Office Channelling adalah sebagai salah satu cara
memperbesar pangsa pasar bank syariah. Selain itu, pola ini juga mempermudah
nasabah mengakses layanan perbankan syariah karena mereka bisa datang ke kantor
bank konvensional untuk membuka rekening syariah. Cara ini memang diusulkan
untuk mengatasi kelangkaan outlet layanan bank syariah di Indonesia. Syarat Office
Channelling adalah kantor bank konvensional terletak di satu daerah dengan
kantor cabang syariah dari UUS.
Dalam buku Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia
Tahun 2005 yang diterbitkan Bank Indonesia menyebut Layanan Syariah dengan Syariah
Office Channelling, yang diartikan sebagai mekanisme kerjasama kegiatan
penghimpunan dana antara kantor cabang syariah sebagai induk dengan kantor bank
konvensional bank yang sama dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro,
tabungan, dan atau deposito.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa Office Channelling atau Layanan Syariah adalah
suatu kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana Bank
Konvensional yang telah memilliki Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menerapkan
transaksi syariah dalam upayanya menghimpun dana masyarakat untuk tujuan
peningkatan dana pihak ketiga, yaitu dengan memperluas akses layanan syariah.
B. Tujuan Office Channelling
Salah satu kendala utama penetrasi dan pengembangan bank
syariah adalah keterbatasan jaringan. Karena itu, Bank Indonesia ketika awal
tahun 2006 meluncurkan kebijakan baru mengenai layanan syariah atau dikenal
dengan Office Channelling. Kebijakan tentang dibolehkannya bank
konvensional menerima tabungan dari nasabah bank syariah, diharapkan mampu
mendongkrak pangsa pasar bank syariah.
Kebijakan Office Channelling dimaksudkan untuk
meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah. Dengan sistem ini,
bank syariah tidak perlu membuka kantor cabang syariah baru, sehingga biaya
ekspansi jauh lebih efisien. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengarahkan
aktivitas perbankan agar mampu menunjang perekonomian nasional melalui kegiatan
perbankan syariah. Penerapan Office Channelling akan semakin memudahkan
masyarakat melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi
bank syariah yang selama ini menjadi kendala akan dapat teratasi, karena selama
ini masyarakat yang akan bertransaksi dengan bank syariah mengalami kesulitan
karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di Indonesia. Pelayanan Office
Channelling ini, diprediksi akan berpengaruh positif terhadap perkembangan
industri bank syariah di masa depan. Semakin mudah masyarakat mendapatkan akses
layanan perbankan syariah, maka diperkirakan pertumbuhan bank syariah akan
semakin besar secara signifikan.
Selain itu, tujuan dikeluarkannya OC adalah dalam rangka
mendukung realisasi pencapaian pangsa pasar (market share) perbankan
syariah 5% pada tahun 2008, karena hingga kini pangsa perbankan syariah
masih dibawah 2%. Dengan adanya kebijakan OC, dana pihak ketiga yang dihimpun
bank akan semakin meningkat, sehingga dana yang masuk tersebut akan berputar
dan dapat tersalurkan ke sektor riil (di lending ke UMKM, dan lain-
lain), sesuai dengan blue print perbankan syariah BI. Semakin besar dana
yang diperoleh bank, maka akan semakin besar pula peranan bank syariah terhadap
perekonomian Indonesia.
C. Dasar Hukum Office Channelling
Adanya ketentuan tentang kebijakan Layanan Syariah atau Office
Channelling tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006 pasal 38
dan 39 dimana bank konvensional yang telah memiliki UUS diperbolehkan membuka
Layanan Syariah
Dasar hukum Office Channelling bukan hanya terdapat
dalam Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006 tetapi operasional Office
Channelling juga didasarkan pada Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
tentang bunga (interest/fa'idah) pasal 3 angka 2 yang menyatakan:
"Untuk wilayah yang belum ada kantor atau jaringan Lembaga Keuangan
Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan
konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat". (PKES; 2006)
Subscribe to:
Posts (Atom)