Sosialisasi
perpajakan melalui media radio kali ini mengambil tema sangat teknis,
Penghitungan PPh bagi Petugas Dinas Luar Asuransi dan Distributor
Perusahaan MLM atau Direct Selling. Sosialisasi dengan format talk show
mengambil jam tayang pukul 09.00 WIB, dengan harapan pada jam segitu
mampu menjaring pendengar dari kalangan pekerja. Stasiun radio ini
memang dipilih berdasarkan pertimbangan segmen siarannya, yaitu radio
berita.
Seperti diketahui, dua profesi tersebut, memiliki karakteristik pekerjaan yang unik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sering terjadi kesalahan pemotongan PPh Pasal 21 oleh pihak pemberi kerja. Kesalahannya amat beragam, mulai dari dasar pemotongan sampai dengan tarif pemotongan pajaknya. Padahal aturan yang melandasinya sudah sangat jelas dan tidak menimbulkan multi tafsir.
Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-100/PJ/2009 tentang Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto bagi Petugas Dinas Luar Asuransi dan Disgtributor Perusahaan Multilevel Marketing atau Direct Selling ditegaskan bahwa profesi ini termasuk dalam kategori Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto sesuai syarat dan ketentuan yang belaku. Syarat dan ketentuannya adalah bahwa jumlah penghasilan atau peredaran bruttonya dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 milyar. Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto juga mensyaratkan adanya pemberitahun ke Kantor Pelayanan Pajak terdaftar dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Perlu kiranya ditegaskan bahwa yang berhak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak yang tidak berstatus sebagai pegawai perusahaan terkait, alias pekerja bebas.
Ketika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka Wajib Pajak dapat segera menghitung pajaknya dengan mudah. Tinggal kalikan penghasilan brutto dengan norma penghitungan sesuai daerah masing-masing (Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-536/PJ/2000) sehingga menghasilkan penghasilan netto. Penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sama dengan Penghasilan Kena Pajak. Dari Penghasilan Kena Pajak tinggal dikalikan dengan tarif sesuai pasal 17 UU PPh maka akan diperoleh pajak terhutang. Sesederhana itu.
Di muka telah disinggung mengenai kesalahan umum yang sering terjadi pada saat pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja. Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut ditegaskan bahwa pemotongan PPh Pasal 21 bagi Petugas Dinas Luar Asuransi dan Agen MLM adalah 50% x penghasilan bruto x tarif PPh pasal 17 UU PPh. Ketentuan tersebut amat jelas dan harusnya tidak multi tafsir. Dengan adanya pemotongan dimuka pada saat pembayaran penghasilan, diharapkan Wajib Pajak tidak mengalami kurang bayar yang terlalu besar di akhir tahun pajak.
Pernyataan menarik datang dari seorang penelepon, Wahyu di jalan Gatot Subroto, Bandung. Tahun ini dia mengalami kasus kelebihan bayar karena perusahaan tempat dia bekerja salah menerapkan jumlah Penghasilan Kena Pajak. Seperti diketahui, mulai tahun 2013 diberlakukan ketentuan baru mengenai PTKP. Kesalahan penerapan PTKP yang terlalu kecil sesuai aturan terdahulu memang mengakibatkan jumlah pajak yang terhutang menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Ketika dihitung ulang sesuai ketentuan yang berlaku tentu saja hal ini mengakibatkan Lebih Bayar. Wahyu yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees memuji profesionalisme pegawai KPP Pratama Bandung Karees yang telah melayani proses pengajuan restitusinya dengan baik dan tidak berbelit-belit. Wahyu juga mengakui bahwa kualitas pelayanan di KPP sekarang jauh lebih baik dibandingkan jaman dulu. Oleh karenanya dia berharap rekan-rekannya tidak ragu untuk berhubungan dengan KPP ketika ada permasalahan perpajakan.
Source: http://www.pajak.go.id/content/news/jangan-ragu-mengajukan-restitusi
Seperti diketahui, dua profesi tersebut, memiliki karakteristik pekerjaan yang unik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sering terjadi kesalahan pemotongan PPh Pasal 21 oleh pihak pemberi kerja. Kesalahannya amat beragam, mulai dari dasar pemotongan sampai dengan tarif pemotongan pajaknya. Padahal aturan yang melandasinya sudah sangat jelas dan tidak menimbulkan multi tafsir.
Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-100/PJ/2009 tentang Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto bagi Petugas Dinas Luar Asuransi dan Disgtributor Perusahaan Multilevel Marketing atau Direct Selling ditegaskan bahwa profesi ini termasuk dalam kategori Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto sesuai syarat dan ketentuan yang belaku. Syarat dan ketentuannya adalah bahwa jumlah penghasilan atau peredaran bruttonya dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 milyar. Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto juga mensyaratkan adanya pemberitahun ke Kantor Pelayanan Pajak terdaftar dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Perlu kiranya ditegaskan bahwa yang berhak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak yang tidak berstatus sebagai pegawai perusahaan terkait, alias pekerja bebas.
Ketika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka Wajib Pajak dapat segera menghitung pajaknya dengan mudah. Tinggal kalikan penghasilan brutto dengan norma penghitungan sesuai daerah masing-masing (Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-536/PJ/2000) sehingga menghasilkan penghasilan netto. Penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sama dengan Penghasilan Kena Pajak. Dari Penghasilan Kena Pajak tinggal dikalikan dengan tarif sesuai pasal 17 UU PPh maka akan diperoleh pajak terhutang. Sesederhana itu.
Di muka telah disinggung mengenai kesalahan umum yang sering terjadi pada saat pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja. Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut ditegaskan bahwa pemotongan PPh Pasal 21 bagi Petugas Dinas Luar Asuransi dan Agen MLM adalah 50% x penghasilan bruto x tarif PPh pasal 17 UU PPh. Ketentuan tersebut amat jelas dan harusnya tidak multi tafsir. Dengan adanya pemotongan dimuka pada saat pembayaran penghasilan, diharapkan Wajib Pajak tidak mengalami kurang bayar yang terlalu besar di akhir tahun pajak.
Pernyataan menarik datang dari seorang penelepon, Wahyu di jalan Gatot Subroto, Bandung. Tahun ini dia mengalami kasus kelebihan bayar karena perusahaan tempat dia bekerja salah menerapkan jumlah Penghasilan Kena Pajak. Seperti diketahui, mulai tahun 2013 diberlakukan ketentuan baru mengenai PTKP. Kesalahan penerapan PTKP yang terlalu kecil sesuai aturan terdahulu memang mengakibatkan jumlah pajak yang terhutang menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Ketika dihitung ulang sesuai ketentuan yang berlaku tentu saja hal ini mengakibatkan Lebih Bayar. Wahyu yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees memuji profesionalisme pegawai KPP Pratama Bandung Karees yang telah melayani proses pengajuan restitusinya dengan baik dan tidak berbelit-belit. Wahyu juga mengakui bahwa kualitas pelayanan di KPP sekarang jauh lebih baik dibandingkan jaman dulu. Oleh karenanya dia berharap rekan-rekannya tidak ragu untuk berhubungan dengan KPP ketika ada permasalahan perpajakan.
Source: http://www.pajak.go.id/content/news/jangan-ragu-mengajukan-restitusi
No comments:
Post a Comment